SEJARAH DESA SUKADANA
Konon kabarnya disuatu blok kampung terdapat sebuah
hamparan hutan yang cukup lebat dan
jarangdijama oleh manusia, sekalipun disekitarnya sudah berdiri kampung.
Sehingga kampung tersebut terkesan seperti hutan lindung yang berada
ditengah-tengah perkampungan, dan menurut kabar dari beberapa sumber
menerangkan bahwa hutan dimaksud masih angker. Sehingga tahapan perkembangan
kampungdimaksud sangat lamban karena tidak asal manusia bisa memasuki tanpa
berbekal ilmu yang tinggi. Sesuai dengan pertumbuhan penduduk pada kampung
disekitarnya maka lahan pertanian mulai diperebutkan oleh penghuninya sehingga
tidak jarang sering terjadi kesalah fahaman akibat kekurangan lahan pertanian.
Oleh karena itu, para sesepuh merasa kurang nyaman melihat kondisi yang ada.
Dengan sangat terpaksa para sesepuh dari kampung yang berada di sekitar hutan
dimaksud mulai membuka kawasan hutan lindung yang sangat angker yang berada
diantara pemukiman yang kemudian diberi nama “DERMAGA MALANG”.
Sumber lain menerangkan bahwa di Desa Sukadana berasal
dari “SUKA” artinya senang dan “DANA” artinya Materi. Desa Sukadana berarti
senang materi sesuai dengan ciri khas kehidupan masyarakat yang rajin menggali
potensi yang mendapatkan sumber rezeki sesuai dengan bidang dan kehaliannya
masing-masing. Sebelum manejadi desa tempat yang kita huni sekarang merupakan
hamparan yang ditumbuhi oleh pepohonan yang cukup lebat dan hanya terdapat satu
jalur jalan setapak yang membujur kearah timur dan barat, sehingga penduduk
yang menghuni tempat dimaksud menamakan “Blok Dermaga Malang”yang dihuni oleg
beberapa orang saja dengan mata pencaharian memanfaatkan lahan dengan menanam
beberapa jenis tanaman disela-sela pepohonan yang besar layaknya seperti hutan
lindung yang berada ditengah desa dan cocok untuk lahan menggembala ternak.
Pada suatu hari para penghuni yang ada pada saat itu sedang giat-giatnya
membuka lahan untuk bercocok tanam dengan peralatan sederhana, tiba-tiba para
petani dihebohkan oleh hilangnya binatang peliharaan “SULTAN NURAWAN” yang
lepas dari tempat peliharaannya. Saking sayangnya kepada binatang
peliharaannya, yaitu seekor Menjangan tanpa tanduk atau disebut Menjangan
Dugul. Konon Sultan Nurawan terus mencarinya dari tempat tinggalnya sendiri
yaitu di wilayah Sumber Cirebon hingga sampai
ke Pedukuhan yang masih kelihatannya hutan dan hanya terdapat satu jalur
jalan setapak yang disebut Dermaga Malang. Ketika Sultan Nurawan sedang mencari
tahu tentang kepergian binatang peliharaannya yang hilang itu, kemudian
memberitahukan kepada penghuni kampung tersebut tentang tujuan kedatangan
Sultan Nurawan dan sempat beristirahat cukup lama sambil melacakdan mengintai
keberadaan menjangan dugul peliharaannya. Selama Sultan Nurawan berada di
pedukuhan Dermaga Malang dalam rangka mencari binatang peliharaan kesayanganny,
Sultan telah banyak bergaul dengan para penghuni pedukuhan dimaksud dan Sultan
merasa betah karena ada kesamaan dengan tempat tinggalnya. Sebelum Sultan
meninggalkan tempat, Sultan berpesan kepada para penghuni yang ditemuinya,
bahwa tempat ini katanya ada kesamaan dengan tempat kediaman Sultan pada saat
ituadalah kondisi para petaninya yang ulet bercocok tanam disamping tanaman
padi juga palawija sebagai selingan dan waktu tanamnya diatur sedemikian rupa
sehingga bisa menghasilkan uang setiap harinya. Selanjutnya Sultan Nurawan
meninggalkan Pedukuhan Dermaga Malang melanjutkan perjalanannya mencari menjangan
dugul. Namun pada saat Sultan hendak beranjak dari Pedukuhan Dermaga Malang tiba-tiba
terdengar suara gemuruh tetapi tidak melihat seorangpun, dan ternyata Sultan
melihat binatang kesayangannya itu terbunuh dan telah tercincang-cincang tanpa
mengetahui pelakunya. Akhirnya Sultan Nurawan menyrah karena ternyata binatang
kesayangannya itu tidak setangguh yang ia bayangkan. Selanjutnya Sultan Nurawan
berpesan kepada penghuni yang pernah ditemuinya, bahawa tempat dimana
terbunuhnya Menjangan Dugul itu dinamakan
“GEMURUH”. Selanjutnya Sultan Nurawan bergegas pulang ke wilayah Sumber
Cirebon.
Seiring berjalannya waktu, pada saat itu situasi negara
masih terjajah oleh Belanda, sehingga para penghuni pedukuhan dimaksud memilih
bertahan hidup ditengah hutan Dermaga Malang agar bisa menghindari bentrok
dengan pemahaman kolonial Belanda dan pada tahun 1887 penghuni Pedukuhan Dermaga
Malang sepakat memilih pemimpin desa, yang kemudian disebut KUWU. Yang pada
saat itu KUWU pertama yang terpilih adalah Bapak H. TAWIYAH IDRIS, mengemban
tugas untuk melindungi warganya dan berkeinginan untuk mensejahterakan
warganya. Pada saat itu, berdasarkan kesepakatan para sesepuh yang ada di
Pedukuhan Dermaga Malang merubah nama pedukuhan Dermaga Malang dengan nama
“DESA SUKADANA”. Hal ini diputuskan karena
mengambil sejarah dari terbunuhnya seekor menjangan dugul peliharaan
kesayangan dari Sultan Nurawan yang bersal dari Desa Sukadana – Sumber Cirebon
atau sekitar TALUN – CIREBON GIRANG.
Catatan sejarah desa ini dibuat bersumber dari para
sesepuh yang dapat dipercaya yang ada di Desa Sukadana. Dan pada dasarnya
pesnyusun memohon maaf apabila masih terdapat kekurangan-kekurangan terutama
dari penyusunan kalimat dan mohon agar memperbaikinya kelak dimasa datang.
Adapun keberhasilan pembangunan dari Kuwu-kuwu yang terdahulu, kami uraikan
secara singkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar